Dasar-dasar Epidemiologi Zoonosis

Dalam materi ini kita akan mempelajari tentang pengertian epidemiologi, prinsip epidemiologi, tujuan epidemiologi, epidemiologi pada zoonosis prioritas, dan ukuran epidemiologi agar kita dapat semakin memperdalam ilmu kita mengenai dasar-dasar epidemiologi zoonosis.

Epidemiologi didefinisikan sebagai “the study of the distribution and determinants of health-related states or events in specified populations and the application of this study to control of health problems.” (Gordis, 2014).

Ilmu ini mempelajari distribusi, frekuensi, dan determinan atau faktor- faktor yang memengaruhi suatu kejadian penyakit akibat dari adanya interaksi antara agent (sumber penyakit), host (inang, seperti manusia dan hewan), dan environment (lingkungan baik fisik, kimia biologis, dan sosial).

Epidemiologi berkaitan dengan distribusi dan penentu kesehatan dan penyakit, morbiditas, cedera, kecacatan, dan kematian dalam populasi (Friis, 2018).

Sedangkan definisi Zoonosis, adalah penyakit menular yang berpindah dari hewan ke manusia bukan manusia ke manusia. Patogen penyebab zoonosis bisa berupa bakteri, virus atau parasit, atau mungkin melibatkan agen yang tidak konvensional dan dapat menyebar ke manusia melalui kontak langsung atau melalui makanan, air atau lingkungan (WHO, 2020).

Diperkirakan 200 penyakit yang ada di dunia adalah Zoonosis. Penyakit Zoonosa yang diketahui ada dilaporkan di Indonesia selama ini adalah Rabies, Flu Burung, Antraks, Leptospirosis, Pes. Taeniasis, Toxoplasmosis, Brusellosis, Nipah dan masih banyak lainnya. Epidemiologi Zoonosis bisa diartikan distribusi, frekuensi, dan determinan atau faktor-faktor yang memengaruhi suatu kejadian Zoonosis (Flu Burung, Rabies, Antraks, Leptopsirosis dan Pes) akibat dari adanya interaksi antara agent (sumber penyakit), host (inang, seperti manusia dan hewan), dan environment (lingkungan baik fisik, kimia biologis, dan sosial).

Dalam sejarah, gagasan dan praktik epidemiologi untuk mencegah epidemi penyakit sudah dikemukakan oleh “Bapak Kedokteran” Hippocrates sekitar 2000 tahun yang lampau di Yunani. Hippocrates mengemukakan bahwa faktor lingkungan memengaruhi terjadinya penyakit. Hippocrates menjelaskan bahwa penyakit terjadi karena “keracunan” oleh zat kotor yang berasal dari tanah, udara, dan air. Karena itu upaya untuk mencegah epidemi penyakit dilakukan dengan cara mengosongkan air kotor, membuat saluran air limbah, dan melakukan upaya sanitasi (kebersihan).

Pertengahan abad kesembilan belas terjadi wabah kolera di London. Seorang dokter anestesi bernama John Snow melakukan serangkaian investigasi untuk mengetahui penyebab wabah tersebut. Dalam investigasi itu, Snow mengamati banyak kematian terjadi pada populasi yang menggunakan sumber air dari pompa air di Broad Street London. Air tersebut disuplai oleh sebuah perusahaan air minum yang menggunakan air di bagian Sungai Thames yang tercemar limbah. Snow menemukan angka kematian karena kolera pada populasi yang menggunakan air minum tersebut lebih tinggi daripada populasi yang tidak menggunakan air minum itu. Snow menyimpulkan, air minum tercemar merupakan penyebab epidemi kolera.

Epidemiologi merupakan ilmu yang menggunakan metode ilmiah untuk mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan terjadinya penyakit. Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi. Epidemiologi deskriptif berguna untuk memahami distribusi dan mengetahui besarnya masalah kesehatan pada populasi. Epidemiologi analitik mempelajari determinan/faktor risiko/kausa penyakit. Epidemiologi analitik berguna untuk memahami kausa penyakit, menjelaskan dan meramalkan kecenderungan penyakit, dan menemukan strategi yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Kedua jenis riset epidemiologi memerlukan metode ilmiah agar deskripsi, penjelasan, prediksi, cara pengendalian dan pencegahan penyakit benar (valid) dan dapat diandalkan (reliable).

Dalam hal upaya mengendalikan kejadian penyakit ada beberapa istilah yang digunakan dalam epidemiologi. Endemik didefinisikan sebagai keberadaan penyakit yang biasa dalam wilayah geografis tertentu. Epidemik didefinisikan sebagai kejadian di komunitas atau wilayah sekelompok penyakit yang serupa, jelas melebihi ukuran normal dan berasal dari sumber yang sama atau menyebar. Ketika epidemik menyebar ke beberapa negara atau benua, mempengaruhi/menjadi masalah kesehatan pada sejumlah besar orang, itu disebut pandemik. Epidemiologi dapat digunakan dalam upaya menanggulangi endemik, epidemik atau pun jika terjadi pandemik.

Tujuan utama epidemiologi adalah untuk meningkatkan upaya penanggulangan penyakit melalui pencegahan dan pengobatan yang akan mencegah kematian akibat penyakit serta meningkatkan kualitas hidup. Selain itu, epidemiologi memiliki beberapa tujuan spesifik, yakni (Gordis, 2014):

  1. Mengidentifikasi etiologi atau kausa dari suatu penyakit dan faktor-faktor risikonya.
  2. Mengetahui beban atau besaran masalah penyakit pada masyarakat yang dapat digunakan untuk perencanaan dan penyediaan fasilitas kesehatan.
  3. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan prognosis dari suatu penyakit.
  4. Mengevaluasi tindakan pencegahan dan pengobatan yang sudah ada dan yang baru dikembangkan serta cara pemberian layanan kesehatan.
  5. Memberikan dasar untuk pengembangan kebijakan publik yang berkaitan dengan masalah lingkungan, masalah genetik, dan pertimbangan lain mengenai pencegahan penyakit dan promosi kesehatan.

Epidemiologi pada Zoonosis Prioritas
Lima urutan teratas penyakit zoonosa yang menjadi prioritas berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 237 tahun 2019 tentang Penetapan Zoonosis Prioritas terdiri dari Avian Influenza, Rabies, Antraks, Brucellosis dan Leptospirosis. Sedangkan, penyakit zoonosis prioritas pada manusia yang tercantum dalam Permenkes No. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan yaitu Pes, Rabies, Avian Influenza H5N1, Antraks dan Leptospirosis. Di bawah ini adalah gambaran epidemiologi lima zoonosis pada manusia di Indonesia.

Flu Burung
Flu Burung (Avian Influenza, AI) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A sub tipe H5N1 (H=hemagglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam) dan dapat menular ke manusia.

Virus influenza merupakan anggota keluarga Orthomyxoviridae, terdiri dari 3 tipe A, B dan C. Virus influenza tipe A dapat menyebabkan Flu Burung (H5N1), yang dapat menyerang manusia dan hewan, gejala ringan sampai berat, mudah menular dan dapat menyebabkan pandemi. Virus influenza tipe B dapat menyerang manusia tetapi gejala ringan sampai sedang. Pada permukaan virus terdapat 2 glikoprotein, yaitu hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N) yang menentukan sub tipe virus influenza A. Hingga saat ini telah ditemukan H1 sampai H 16 dan N1 sampai N9. Virus influenza tipe C mempunyai gejala yang ringan dan jarang ditemukan pada manusia. Virus influenza A sub tipe Flu Burung (H5N1) mempunyai sifat sebagai berikut :

Rabies
Rabies merupakan penyakit menular disebabkan oleh virus Rabies dari family Rhabdoviridae yang menyerang sistem saraf pada manusia dan hewan berdarah panas, ditularkan melalui saliva hewan penderita rabies melalui gigitan atau luka terbuka. Penyakit ini bersifat fatal, biasanya berakhir dengan kematian. Penyakit ini ditularkan oleh kelompok hewan penular Rabies (HPR) yang dapat membawa dan menularkan virus rabies, yaitu anjing, kucing, dan monyet. Di Indonesia sekitar 98% kasus gigitan HPR disebabkan oleh anjing, dan 2% disebabkan kucing dan monyet.

Rabies termasuk dalam ordo mononegales virus, family Rhabdoviridae, dan genus lyssavirus. Virus ini bersifat neurotropik, berbentuk menyerupai peluru dengan panjang 130-300 nm dan diameter 70 nm. Virus ini terdiri dari inti RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal diselubungi lipoprotein. Pada selubung luar terdapat tonjolan yang terdiri dari glikoprotein G yang berperan penting dalam timbulnya imunitas oleh induksi vaksin dan penting dalam identifikasi serologi dari virus rabies. Virus rabies dapat bertahan pada pemanasan dalam beberapa waktu lamanya. Pada pemanasan suhu 56°C, virus dapat bertahan selama 30 menit dan pada pemanasan kering mencapai suhu 100°C masih dapat bertahan selama 2-3 menit. Di dalam air liur dengan suhu udara panas dapat bertahan selama 24 jam. Dalam keadaan kering beku dengan penyimpanan pada suhu 4°C virus dapat bertahan selama bertahun- tahun, hal inilah yang menjadi dasar mengapa vaksin anti rabies harus disimpan pada suhu 2°C - 8°C. Pada dasarnya semakin rendah suhunya semakin lama virus dapat bertahan.


Antraks
Penyakit antraks termasuk salah satu penyakit zoonotik yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, dapat menyerang hewan pemamah biak maupun binatang buas, dan ditularkan kepada manusia serta dapat menimbulkan kematian. Agent penyebab penyakit Antraks adalah Bacillus anthracis, pertama kali ditemukan oleh Davaine dan Bayer (1849), yang kemudian diidentifikasi lebih lanjut oleh Pollender (1855). Bacillus anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, ujung- ujungnya persegi dengan sudut-sudut yang nampak jelas, tersusun dua-dua atau berderet, sehingga nampak seperti ruas-ruas bambu atau susunan batu bata, membentuk spora, bersifat gram positif, dengan ukuran 1-2 μ m x 5-10 μ m, dan non motil.

Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen yang disebut leptospira, yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung dari hewan ke manusia. Leptospirosis disebabkan oleh organisme patogen dari genus Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta dalam Famili Treponemataceae. Bakteri ini berbentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya berbentuk seperti kait sehingga bakteri sangat aktif baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju – mundur, maupun melengkung. Ukuran bakteri ini 0,1 μm x 0,6 μm sampai 0,1 μm x 20 μm.

Pes
Penyakit zoonosis spesifik yang melibatkan binatang pengerat dan pinjal yang hidup padanya, yang menyebarkan infeksi bakteri pada berbagai binatang dan manusia. Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia Pestis. Secara alami daur penularan pes terjadi antar tikus dan pada manusia terjadi melalui gigitan pinjal terinfeksi Yersinia Pestis. Yersinia Pestis adalah bakteri berbentuk batang pendek, gemuk dengan ujung membulat dengan badan mencembung, berukuran 1,5 x 5,7 dan bersifat gram positif. Bakteri ini menunjukkan pleomorfisme. Pada pewarnaan tampak bipolar , mirip peniti tertutup, bakteri ini tidak membentuk spora. Ada 11 spesies dalam genus Yersinia, namun hanya tiga patogen yang dianggap penting bagi manusia yaitu: Yersinia Pestis (penyebab Pes), Yersinia pseudotuberculosis (penyebab diare) dan Yersinia enterocolitica.

Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa masih terdapat daerah fokus Pes yaitu Kecamatan Selo dan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dan Kecamatan Tosari, Tutur, Puspo dan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Selain itu juga terdapat daerah pengamatan Pes yaitu Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta dan Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Situasi epidemiologi Pes dalam 13 tahun terakhir (sejak 2019) tidak ditemukan lagi kasus Pes pada manusia. Dari hasil Evaluasi Eksternal Pes oleh WHO bersama CDC Fort Collins pada awal tahun 2019, menunjukkan hasil bahwa saat ini Indonesia merupakan daerah Pes dengan risiko sangat rendah dan terlokalisir.


Ukuran-ukuran epidemiologi pada Zoonosis
Ukuran Frekuensi Kejadian Penyakit, secara garis besar, kejadian penyakit yang terjadi dapat berupa Morbiditas (kesakitan/kecacatan) dan Mortalitas (kematian). Untuk menggambarkan jumlah kejadian penyakit dengan besarnya populasi digunakan parameter matematis, yaitu :
o   Rasio: membagi suatu jumlah dengan lainnya tanpa memperhatikan hubungan antara numerator (pembilang) dan denominator (penyebut).
o    Proporsi: membagi besaran pembilang yang merupakan bagian dari besaran penyebut (keseluruhan).
o    Rate: proporsi relatif yang terdapat unit waktu pada bagian penyebut.

Misalnya, 100 ibu rumah tangga selama periode satu (1) tahun. Ketiga parameter tersebut dapat digunakan dengan rumus:

Ukuran angka kesakitan :
Incidence Rate, didefinisikan   sebagai   jumlah    kasus    baru suatu penyakit   yang   terjadi   selama   periode   waktu   tertentu dalam suatu populasi yang berisiko terkena penyakit tersebut. Dalam angka ini, hasilnya telah dikalikan dengan 1.000 sehingga kita dapat menyatakan kejadian per 1.000 orang.
Contoh:
Pada tahun 2020 terdapat 99 kasus Leptospirosis di Kota X, jumlah penduduk kota X pada tahun 2020 diestimasi 102.000, Berapa Incidence rate kasus leptospirosis di Kota X?
Jawabnya adalah 102.000 Incidence rate leptospirosis di Kota X pada tahun 2020 adalah 1 per 1000 penduduk.

Attack Rate, dihitung dan berguna untuk membandingkan risiko penyakit pada kelompok dengan eksposur yang berbeda. Tingkat serangan bisa spesifik untuk eksposur tertentu.
Contoh:
Di sebuah desa sedang mengadakan acara syukuran, mereka memotong sapi untuk dikonsumsi sebagai lauk, 15 orang yang bertugas memotong dan mengolah daging sapi tersebut, beberapa hari kemudian empat (4) orang warga melaporkan adanya koreng kehitaman yang muncul di kulit mereka, dicurigai mereka terkena antraks kulit. Berapa Attack Rate orang yang terkena antraks ?
Jawabnya, Attack Rate kasus antraks kulit adalah 27%.

Prevalens, menggambarkan jumlah kasus yang sedang terjadi, kasus lama dan baru pada suatu penyakit dalam satu waktu maupun pada periode waktu tertentu. Data prevalens umumnya digunakan untuk mengestimasi suatu perencanaan pelayanan kesehatan, sehingga tidak dapat dapat digunakan untuk mengukur risiko. Terdapat dua macam prevalens, yaitu :

Contoh perhitungan:
Berdasarkan data laporan dari Puskesmas A menunjukkan adanya kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada periode bulan Januari s.d Desember 2018. Jumlah penderita pada bulan Juni 2018 sebanyak 30 orang, sedangkan jumlah total populasi penderita selama tahun 2018 di Puskesmas A sebanyak 200 orang. Pada tanggal 7 Juni 2018 ditemukan tiga (3) orang pasien yang mengalami PJK dan selama satu tahun terdapat total kasus sebanyak 20 orang yang mengalami PJK.
Point prevalens = 3 kasus per 30 penderita yaitu 10%
Periode prevalens = 20 kasus per 200 penderita yaitu 20%.
Note: 20 kasus itu sudah termasuk 3 kasus dari bulan Juni (point prevalens)

Ukuran Angka Kematian, Case Fatality Rate (CFR) adalah persentase orang yang memiliki penyakit tertentu meninggal dalam waktu tertentu. Semakin tinggi CFR suatu penyakit, maka penyakit tersebut semakin berbahaya.

Epidemiologi Zoonosis bisa diartikan distribusi, frekuensi, dan determinan atau faktor-faktor yang memengaruhi suatu kejadian Zoonosis (Flu Burung, Rabies, Antraks, Leptopsirosis dan Pes) akibat dari adanya interaksi antara agent (sumber penyakit), host (inang, seperti manusia dan hewan), dan environment (lingkungan baik fisik, kimia biologis, dan sosial). Tujuan utama epidemiologi adalah untuk meningkatkan upaya penanggulangan penyakit melalui pencegahan dan pengobatan yang akan mencegah kematian akibat penyakit serta meningkatkan kualitas hidup.

Lima urutan teratas penyakit zoonosa yang menjadi prioritas berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 237 tahun 2019 tentang Penetapan Zoonosis Prioritas terdiri dari Avian Influenza, Rabies, Antraks, Brucellosis dan Leptospirosis. Sedangkan, penyakit zoonosis prioritas pada manusia yang tercantum dalam Permenkes No. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan yaitu Pes, Rabies, Avian Influenza H5N1, Antraks dan Leptospirosis. Untuk zoonosis, terdapat beberapa ukuran epidemiologi yang dapat digunakan, antara lain ukuran frekuensi kejadian penyakit, ukuran angka kesakitan, dan ukuran angka kematian


Revisi #3
Dibuat 26 September 2023 11:06:16 oleh Admin
Diperbaharui 5 November 2023 05:03:56 oleh Admin